PUISI
1.
Pengertian
Secara
etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang artinya
berati penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah poetry
yang erat dengan –poet dan -poem. Mengenai kata poet, Coulter (dalam Tarigan,
1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari Yunani yang berarti membuat
atau mencipta. Dalam bahasa Yunani sendiri, kata poet berarti orang yang
mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau
yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam,
orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat
menebak kebenaran yang tersembunyi.
Shahnon Ahmad
(dalam Pradopo, 1993:6) mengumpulkan definisi puisi yang pada umumnya
dikemukakan oleh para penyair romantik Inggris sebagai berikut.
(1) Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam
susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara
sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris, antara satu unsur dengan unsur
lain sangat erat berhubungannya, dan sebagainya.
(2) Carlyle
mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal. Penyair
menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi yang merdu seperti musik dalam
puisinya, kata-kata disusun begitu rupa hingga yang menonjol adalah rangkaian
bunyinya yang merdu seperti musik, yaitu dengan mempergunakan orkestra bunyi.
(3) Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi
adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau
diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan
pernyataan perasaan yang bercampur-baur.
(4) Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi
itu merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional
serta berirama. Misalnya, dengan kiasan, dengan citra-citra, dan disusun secara
artistik (misalnya selaras, simetris, pemilihan kata-katanya tepat, dan
sebagainya), dan bahasanya penuh perasaan, serta berirama seperti musik
(pergantian bunyi kata-katanya berturu-turut secara teratur).
(5) Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah
rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup. Misalnya saja
peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat
seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan
karena kematian orang yang sangat dicintai. Semuanya merupakan detik-detik yang
paling indah untuk direkam.
Dari
definisi-definisi di atas memang seolah terdapat perbedaan pemikiran, namun
tetap terdapat benang merah. Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:7) menyimpulkan
bahwa pengertian puisi di atas terdapat garis-garis besar tentang puisi itu
sebenarnya. Unsur-unsur itu berupa emosi, imajinas, pemikiran, ide, nada,
irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata kiasan, kepadatan, dan perasaan
yang bercampur-baur.
2.
Unsur-unsur Puisi
Berikut ini
merupakan beberapa pendapat mengenai unsur-unsur puisi.
(1) Richards (dalam Tarigan, 1986) mengatakan
bahwa unsur puisi terdiri dari (1) hakikat puisi yang melipuiti tema (sense),
rasa (feeling), amanat (intention), nada (tone), serta (2) metode puisi yang
meliputi diksi, imajeri, kata nyata, majas, ritme, dan rima.
(2) Waluyo (1987) yang mengatakan bahwa dalam
puisi terdapat struktur fisik atau yang disebut pula sebagai struktur
kebahasaan dan struktur batin puisi yang berupa ungkapan batin pengarang.
(3) Altenberg dan Lewis (dalam Badrun, 1989:6),
meskipun tidak menyatakan secara jelas tentang unsur-unsur puisi, namun dari
outline buku mereka bisa dilihat adanya (1) sifat puisi, (2) bahasa puisi:
diksi, imajeri, bahasa kiasan, sarana retorika, (3) bentuk: nilai bunyi,
verifikasi, bentuk, dan makna, (4) isi: narasi, emosi, dan tema.
(4) Dick Hartoko (dalam Waluyo, 1987:27)
menyebut adanya unsur penting dalam puisi, yaitu unsur tematik atau unsur
semantik puisi dan unsur sintaksis puisi. Unsur tematik puisi lebih menunjuk ke
arah struktur batin puisi, unsur sintaksis menunjuk ke arah struktur fisik
puisi.
(5) Meyer menyebutkan unsur puisi meliputi (1)
diksi, (2) imajeri, (3) bahasa kiasan, (4) simbol, (5) bunyi, (6) ritme, (7)
bentuk (Badrun, 1989:6).
Dari beberapa
pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur puisi meliputi (1) tema,
(2) nada, (3) rasa, (4) amanat, (5) diksi, (6) imaji, (7) bahasa figuratif, (8)
kata konkret, (9) ritme dan rima. Unsur-unsur puisi ini, menurut pendapat
Richards dan Waluyo dapat dipilah menjadi dua struktur, yaitu struktur batin
puisi (tema, nada, rasa, dan amanat) dan struktur fisik puisi (diksi, imajeri,
bahasa figuratif, kata konkret, ritme, dan rima). Djojosuroto (2004:35)
menggambarkan sebagai berikut.
Gambar 1.
Puisi sebagai struktur
Berdasarkan
pendapat Richards, Siswanto dan Roekhan (1991:55-65) menjelaskan unsur-unsur
puisi sebagai berikut.
2.1
Struktur Fisik Puisi
Adapun
struktur fisik puisi dijelaskan sebagai berikut.
(1) Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk
puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri,
pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf
kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan
pemaknaan terhadap puisi.
(2) Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang
dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra
yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus
dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan
makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata. Geoffrey (dalam Waluyo, 19987:68-69)
menjelaskan bahwa bahasa puisi mengalami 9 (sembilan) aspek penyimpangan, yaitu
penyimpangan leksikal, penyimpangan semantis, penyimpangan fonologis,
penyimpangan sintaksis, penggunaan dialek, penggunaan register (ragam bahasa
tertentu oleh kelompok/profesi tertentu), penyimpangan historis (penggunaan
kata-kata kuno), dan penyimpangan grafologis (penggunaan kapital hingga titik)
(3) Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata
yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran,
dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif),
imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji
dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, medengar, dan merasakan
seperti apa yang dialami penyair.
(4) Kata kongkret, yaitu kata yang dapat
ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini
berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal kata kongkret “salju:
melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll., sedangkan kata kongkret
“rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan,
dll.
(5) Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang
dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu
(Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis,
artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo, 1987:83). Bahasa
figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora,
simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora,
pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto,
totem pro parte, hingga paradoks.
(6) Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme,
dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan
akhir baris puisi. Rima mencakup (1) onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal
/ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.), (2) bentuk intern
pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak
berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya
[Waluyo, 187:92]), dan (3) pengulangan kata/ungkapan. Ritma merupakan tinggi
rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol dalam
pembacaan puisi.
2.2
Struktur Batin Puisi
Adapun
struktur batin puisi akan dijelaskan sebagai berikut.
(1) Tema/makna (sense); media puisi adalah
bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus
bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan.
(2) Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap
pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa
erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya
latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam
masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan.
Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak
bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan
bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan,
pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan
psikologisnya.
(3) Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap
pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat
menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca
untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca,
dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
(4) Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar
maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan
tersebut bisa dicari sebelum penyair
menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya.
Jenis-Jenis
Puisi
Menurut
zamannya, puisi dibedakan atas puisi lama dan puisi baru
Puisi lama
adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan. Aturan- aturan itu antara lain :
Jumlah kata
dalam 1 baris
Jumlah baris
dalam 1 bait
Persajakan
(rima)
Banyak suku
kata tiap baris
Irama
Ciri
puisi lama:
Merupakan
puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya.
Disampaikan
lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan.
Sangat terikat
oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun
rima.
Jenis-jenis
puisi lama
Contoh:
Assalammu’alaikum
putri satulung besar
Yang
beralun berilir simayang
Mari
kecil, kemari
Aku
menyanggul rambutmu
Aku
membawa sadap gading
Akan
membasuh mukamu
Pantun adalah
puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris terdiri
dari 8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris berikutnya sebagai
isi. Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak, muda-mudi,
agama/nasihat, teka-teki, jenaka.
Contoh:
Kalau
ada jarum patah
Jangan
dimasukkan ke dalam peti
Kalau
ada kataku yang salah
Jangan
dimasukkan ke dalam hati
Karmina adalah
pantun kilat seperti pantun tetapi pendek.
Contoh:
Dahulu
parang sekarang besi (a)
Dahulu
sayang sekarang benci (a)
Seloka adalah
pantun berkait.
Contoh:
Lurus
jalan ke Payakumbuh,
Kayu
jati bertimbal jalan
Di
mana hati tak kan rusuh,
Ibu
mati bapak berjalan
Gurindam
adalah puisi yang berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a, berisi
nasihat.
Contoh:
Kurang
pikir kurang siasat (a)
Tentu
dirimu akan tersesat (a)
Barangsiapa
tinggalkan sembahyang (b)
Bagai
rumah tiada bertiang (b)
Jika
suami tiada berhati lurus (c)
Istri
pun kelak menjadi kurus (c)
Syair adalah
puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris, bersajak a-a-a-a,
berisi nasihat atau cerita.
Contoh:
Pada
zaman dahulu kala (a)
Tersebutlah
sebuah cerita (a)
Sebuah
negeri yang aman sentosa (a)
Dipimpin
sang raja nan bijaksana (a)
Talibun adalah
pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8, ataupun 10 baris.
Contoh:
Kalau
anak pergi ke pekan
Yu
beli belanak pun beli sampiran
Ikan
panjang beli dahulu
Kalau
anak pergi berjalan
Ibu
cari sanak pun cari isi
Induk
semang cari dahulu
Puisi baru
bentuknya lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi jumlah baris, suku
kata, maupun rima.
Ciri-ciri
Puisi Baru:
Jenis-jenis
Puisi Baru Menurut isinya, puisi dibedakan atas :
Contoh:
Bahkan
batu-batu yang keras dan bisu
Mengagungkan
nama-Mu dengan cara sendiri
Menggeliat
derita pada lekuk dan liku
bawah
sayatan khianat dan dusta.
Dengan
hikmat selalu kupandang patung-Mu
menitikkan
darah dari tangan dan kaki
dari
mahkota duri dan membulan paku
Yang
dikarati oleh dosa manusia.
Tanpa
luka-luka yang lebar terbuka
dunia
kehilangan sumber kasih
Besarlah
mereka yang dalam nestapa
mengenal-Mu
tersalib di datam hati.
(Saini S.K)
Contoh:
Generasi
Sekarang
Di atas puncak
gunung fantasi
Berdiri aku,
dan dari sana
Mandang ke
bawah, ke tempat berjuang
Generasi
sekarang di panjang masa
Menciptakan
kemegahan baru
Pantun
keindahan Indonesia
Yang jadi
kenang-kenangan
Pada zaman
dalam dunia
(Asmara Hadi)
Contoh:
Hari
ini tak ada tempat berdiri
Sikap
lamban berarti mati
Siapa
yang bergerak, merekalah yang di depan
Yang
menunggu sejenak sekalipun pasti tergilas.
(Iqbal)
Contoh:
Senja
di Pelabuhan Kecil
Ini
kali tidak ada yang mencari cinta
di
antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang
serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus
diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis
mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung
muram, desir hari lari berenang
menemu
bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan
kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada
lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir
semenanjung, masih pengap harap
sekali
tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari
pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
(Chairil
Anwar)
Contoh:
Aku
bertanya
tetapi
pertanyaan-pertanyaanku
membentur
jidat penyair-penyair salon,
yang
bersajak tentang anggur dan rembulan,
sementara
ketidakadilan terjadi
di
sampingnya,
dan
delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan,
termangu-mangu
dl kaki dewi kesenian.
(WS Rendra)
Sedangkan
macam-macam puisi baru dilihat dari bentuknya antara lain:
Contoh:
Berkali
kita gagal
Ulangi
lagi dan cari akal
Berkali-kali
kita jatuh
Kembali
berdiri jangan mengeluh
(Or. Mandank)
Contoh:
Dalam
ribaan bahagia datang
Tersenyum
bagai kencana
Mengharum
bagai cendana
Dalam
bah’gia cinta tiba melayang
Bersinar
bagai matahari
Mewarna
bagaikan sari
(Sanusi Pane)
Contoh :
Mendatang-datang
jua
Kenangan
masa lampau
Menghilang
muncul jua
Yang
dulu sinau silau
Membayang
rupa jua
Adi
kanda lama lalu
Membuat
hati jua
Layu
lipu rindu-sendu
(A.M. Daeng
Myala)
contoh:
Hanya
Kepada Tuan
Satu-satu
perasaan
Hanya
dapat saya katakan
Kepada
tuan
Yang
pernah merasakan
Satu-satu
kegelisahan
Yang
saya serahkan
Hanya
dapat saya kisahkan
Kepada
tuan
Yang
pernah diresah gelisahkan
Satu-satu
kenyataan
Yang
bisa dirasakan
Hanya
dapat saya nyatakan
Kepada
tuan
Yang
enggan menerima kenyataan
(Or. Mandank)
Contoh:
Merindu Bagia
Jika hari’lah
tengah malam
Angin berhenti
dari bernafas
Sukma jiwaku
rasa tenggelam
Dalam laut
tidak terwatas
Menangis hati
diiris sedih
(Ipih)
Contoh:
Indonesia
Tumpah Darahku
Duduk di
pantai tanah yang permai
Tempat
gelombang pecah berderai
Berbuih putih
di pasir terderai
Tampaklah
pulau di lautan hijau
Gunung
gemunung bagus rupanya
Ditimpah air
mulia tampaknya
Tumpah darahku
Indonesia namanya
(Mohammad
Yamin)
Contoh:
Awan
Awan datang
melayang perlahan
Serasa
bermimpi, serasa berangan
Bertambah
lama, lupa di diri
Bertambah
halus akhirnya seri
Dan bentuk
menjadi hilang
Dalam langit
biru gemilang
Demikian
jiwaku lenyap sekarang
Dalam
kehidupan teguh tenang
(Sanusi Pane)
Contoh:
Gembala
Perasaan siapa
ta ‘kan nyala ( a )
Melihat anak
berelagu dendang ( b )
Seorang saja
di tengah padang ( b )
Tiada berbaju
buka kepala ( a )
Beginilah
nasib anak gembala ( a )
Berteduh di
bawah kayu nan rindang ( b )
Semenjak pagi
meninggalkan kandang ( b )
Pulang ke
rumah di senja kala ( a )
Jauh sedikit
sesayup sampai ( a )
Terdengar
olehku bunyi serunai ( a )
Melagukan alam
nan molek permai ( a )
Wahai gembala
di segara hijau ( c )
Mendengarkan
puputmu menurutkan kerbau ( c )
Maulah aku
menurutkan dikau ( c )
(Muhammad
Yamin)
Kata
kontemporer secara umum bermakna masa kini sesuai dengan perkembangan zaman
atau selalu menyesuaikan dengan perkembangan keadaan zaman. Selain itu, puisi
kontemporer dapat diartikan sebagai puisi yang lahir dalam kurun waktu
terakhir. Puisi kontemporer berusaha lari dari ikatan konvensional puisi iti
sendiri. Puisi kontemporer seringkali memakai kata-kata yang kurang
memperhatikan santun bahasa, memakai kata-kata makin kasar, ejekan, dan
lain-lain. Pemakaian kata-kata simbolik atau lambing intuisi, gaya bahasa,
irama, dan sebagainya dianggapnya tidak begitu penting lagi.
Tokoh-tokoh
puisi kontemporer di Indonesia saat ini, yaitu sebagai berikut:
Puisi
kontemporer dibedakan menjadi 3 yaitu
Ciri-ciri mantra adalah:
Mantra bukanlah sesuatu yang dihadirkan untuk
dipahami melainkan sesuatu yang disajikan untuk menimbulkan akibat tertentu.
Mantra
berfungsi sebagai penghubung manusia dengan dunia misteri
Mantra
mengutamakan efek atau akibat berupa kemanjuran dan kemanjuran itu terletak
pada perintah.
Contoh:
Shang Hai
ping di atas
pong
pong di atas
ping
ping ping
bilang pong
pong pong
bilang ping
mau pong?
bilang ping
mau mau bilang
pong
mau ping?
bilang pong
mau mau bilang
ping
ya pong ya
ping
ya ping ya
pong
tak ya pong
tak ya ping
ya tak ping ya
tak pong
sembilu
jarakMu merancap nyaring
(Sutardji
Calzoum Bachri dalam O Amuk Kapak, 1981)
Ciri-ciri puisi mbeling adalah:
Mengutamakan
unsur kelakar; pengarang memanfaatkan semua unsur puisi berupa bunyi, rima,
irama, pilihan kata dan tipografi untuk mencapai efek kelakar tanpa ada maksud
lain yang disembunyikan (tersirat).
Contoh:
Sajak
Sikat Gigi
Seseorang
lupa menggosok giginya sebelum tidur
Di
dalam tidur ia bermimpi
Ada
sikat gigi menggosok-gosok mulutnya supaya terbuka
Ketika
ia bangun pagi hari
Sikat
giginya tinggal sepotong
Sepotong
yang hilang itu agaknya
Tersesat
di dalam mimpinya dan tak bisa kembali
Dan
ia berpendapat bahwa, kejadian itu terlalu berlebih-lebihan
(Yudhistira
Ardi Nugraha dalam Sajak Sikat Gigi, 1974)
Menyampaikan
kritik sosial terutama terhadap sistem perekonomian dan pemerintahan.
Menyampaikan
ejekan kepada para penyair yang bersikap sungguh-sungguh terhadap puisi. Dalam
hal ini, Taufik Ismail menyebut puisi mbeling dengan puisi yang mengkritik
puisi.
Contoh:
Doktorandus
Tikus I
selusin
toga
me
nga
nga
seratus
tikus berkampus
diatasnya
dosen
dijerat
profesor
diracun
kucing
kawin
dan
bunting
dengan
predikat
sangat
memuaskan
(F.Rahardi
dalam Soempah WTS, 1983)
Penyusunan
puisi kontemporer sebagai puisi inkonvensional ternyata juga perlu memerhatikan
beberapa unsur sebagai berikut:
Unsur bunyi;
meliputi penempatan persamaan bunyi (rima) pada tempat-tempat tertentu untuk
menghidupkan kesan dipadu dengan repetisi atau pengulangan-pengulangannya.
Tipografi;
meliputi penyusunan baris-baris puisi berisi kata atau suku kata yang disusun
sesuai dengan gambar (pola) tertentu.
Enjambemen;
meliputi pemenggalan atau perpindahan baris puisi untuk menuju baris
berikutnya.
Kelakar
(parodi); meliputi penambahan unsur hiburan ringan sebagai pelengkap penyajian
puisi yang pekat dan penuh perenungan (kontemplatif)
sumber: wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar