Minggu, 16 Maret 2014

MEMBANDINGKAN UNSUR DALAM NOVEL INDONESIA, NOVEL TERJEMAHAN, DAN HIKAYAT



2.1      Pengertian

a.   Novel

Novel  adalah karya sastra yang menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari sisi utuh atas problematika kehidupan seseorang atau beberapa orang tokoh, di mana kejadian-kejadian itu menimbulkan pergolakan batin yang mengubah perjalanan nasib tokohnya.

b.   Hikayat
Kata hikayat berasal dari bahasa Arab yang artinya cerita. Hikayat adalah cerita yang panjang yang sebagian isinya mungkin terjadi sungguh-sungguh, tetapi di dalamnya banyak terdapat hal-hal yang tidak masuk akal, penuh keajaiban. (Dick hartoko dan B. Rahmanto memberikan definisi hikayat sebagai jenis prosa cerita Melayu Lama yang mengisahkan kebesaran dan kepahlawanan orang-orang ternama, para raja atau para orang suci di sekitar istana dengan segala kesaktian, keanehan dan muzizat tokoh utamanya, kadang mirip cerita sejarah atau berbentu riwayat hidup.
Hikayat ini bersifat anonym (tidak nama pengarang), bersifat pralogis (terdapat hal-hal yang tidak masuk akal), Istanasentris (cerita yang mengisahkan kehidupan kerajaan), menggunakan bahasa melayu (bahasa Indonesia zaman dahulu).

2.2      Unsur Pembangun Karya Sastra Prosa

Nurgiyantoro (1994: 23) menjelaskan bahwa unsur pembangun karya sastra adalah unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik merupakan unsur-unsur yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra. Unsur ekstrinsik unsur yang berbeda di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau organisme karya sastra. Secara lebih khusus unsur ekstrinsik dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, namun tidak ikut menjadi bagian di dalamnya.

a.  Unsur Intrinsik
1)  Tema
Tema adalah tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperanan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya.
2)  Alur (Plot)
Alur  adalah pola pengembangan cerita yang terbentuk oleh hubungan sebab akibat. Ada beberapa pendapat mengenai tahapan-tahapan peristiwa dalam suatu cerita sebagai berikut.
Pertama, Aminuddin (dalam Siswanto, 2008: 159) membedakan tahapan-tahapan peristiwa atas pengenalan, konflik, komplikasi, klimaks, peleraian, dan penyelesaian.
Kedua, Kosasih (2012: 63-64) menyebutkan jalan cerita terbagi ke dalam bagian-bagian yaitu: 1) pengenalan situasi cerita (eksposition), 2) pengungkapan peristiwa (complication), 3) menuju pada adanya konflik (rising action),  4) puncak konflik (turning point),  5) penyelesaian (ending).
3)  Sudut Pandang
Sudut pandang adalah cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.
Jenis sudut pandang, yaitu:
1)  Orang pertama
a.       Orang pertama sebagai tokoh utama. Pengarang memakai istilah aku dalam ceritanya dan pengarang itu sendiri yang menjadi tokoh utamanya.
b.      Orang pertama sebagai tokoh sampingan. Pengarang memakai istilah aku atau saya, tetapi ia bukan tokoh utama, melainkan sebagai tokoh pembantu, atau hanya memegang peranan kecil.
2)  Orang ketiga sebagai pengamat. Dalam cerita itu pengarang mempergunakan kata ia, dia, atau memakai nama orang. Pengarang tidak memegang peranan apapun. Ia hanya menceritakan apa yang terjadi di antara tokoh-tokoh cerita yang dikarangnya.

4)  Tokoh dan Penokohan
Tokoh  adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Jadi, tokoh dan penokohan sangatlah penting karena menggambarkan orang yang ada di dalam cerita, baik dari segi fisik dan sifatnya.
Teknik penggambaran tokoh:
1.   Teknik analitik, karakter tokoh diceritakan secara langsung oleh pengarang.
2.   Teknik dramatik, karakter tokoh dikemukakan melalui:
a.   Penggambaran fisik dan perilaku tokoh
b.   Pengambaran lingkungan kehidupan tokoh
c.   Penggambaran tata kebahasaan tokoh,
d.   Pengungkapan jalan pikiran tokoh,
e.   Pengambaran oleh tokoh lain.

5)  Latar
Latar adalah tumpuan pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial (suasana) tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan yang berfungsi untuk memperkuat atau keyakinan pembaca terhadap jalannya suatu cerita.
Jenis latar: latar waktu, latar tempat, dan latar suasana.
6)  Amanat
Amanat merupakan ajaran moral atau pesan didaktis yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca melalui karyanya itu.
7)  Gaya Bahasa
Unsur-unsur bahasa yang dapat membangun atau menciptakan teknik bercerita yang khas dinamakan gaya bahasa. Gaya bahasa ini digunakan pengarang untuk membangun jalinan dengan pemilihan diksi, ungkapan, majas (kiasan) dsb. yang menimbulkan kesan estetik dalam karya sastra. Gaya bahasa ditandai oleh ciri-ciri formal kebahasaan seperti pilihan kata, struktur kalimat, bentuk-bentuk bahasa figuratif, penggunaan kohesi dan lain-lain.
Gaya adalah cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual (pikiran, imajinasi) dan emosi pembaca (Aminuddin, 1984: 71 dalam Siswanto, 2008: 158-159).

b.   Unsur Ekstrinsik
Wellek dan Warren (dalam Nugiyantoro 1994: 24) menjelaskan bahwa unsur-unsur ekstrinsik juga memiliki sejumlah unsur di antaranya keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang semuanya itu akan mempengaruhi karya sastra yang ditulisnya. Pendek kata, unsur biografi pengarang akan turut menentukan corak karya yang dihasilkannya. Unsur ekstrinsik yang lainnya berupa psikologi pengarang, psikologi pembaca, maupun penerapan prinsip psikologi dalam karya. Keadaan di lingkungan pengarang seperti ekonomi, politik, dan sosial juga akan berpengaruh karya sastra.
Unsur ekstrinsik adalah unsur luar yang berpengaruh terhadap isi novel itu. Yang termasuk ke dalam unsur luar itu adalah latar belakang pengarang, kondisi sosial budaya, termasuk tempat novel itu dikarang.
a.   Latar belakang pengarang: asal daerah suku bangsa, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, dan ideologi.
b.   Kondisi sosial budaya. Misalnya novel yang dikarang pada zaman penjajahan dengan zaman sekarang pasti akan berbeda.
c.   Tempat karya sastra dikarang. Misalnya novel yang dikarang di daerah Kalimantan akan berbeda dengan novel yang dikarang di Jawa atau di luar negeri.

novel Indonesia, novel terjemahan, dan hikayat
Contoh novel Indonesia, yaitu novel yang ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia (hasil karya asli Indonesia). Contohnya, yaitu Ketika Cinta Bertasbih, di Bawah Lindungan Ka’bah, Layar Terkembang, dll.
Novel terjemahan, yaitu novel yang ditulis oleh orang luar negeri dan berbahasa asing yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. contohnya, yaitu Layla Majnun, the da Vinci Code, The Chronicles of Narnia, Harry Potter, dll.

Contoh Sinopsis
1.   Novel Indonesia
LAYAR TERKEMBANG
Sutan Takdir Alisjahbana

Roman Layar Terkembang menceritakan perjuangan wanita Indonesia beserta cita-citanya. Dua gadis bersaudara memiliki perangai yang berbeda. Maria adalah seorang dara yang lincah dan periang, sedang Tuti selalu serius dan aktif dalam kegiatan wanita. Maria memiliki badan yang ramping, ia baru berusia dua puluh tahun dan sekolah di H.B.S Carpentier Alting Stichting kelas penghabisan. Tuti adalah kakak dari Maria, badannya tegak dan agak gemuk. Ia telah berusia dua puluh lima tahun dan menjadi guru di Sekolah H.I.S Arjuna di Petojo. Mereka adalah anak Raden Wiriaatmaja , mantan wedana di daerah Banten dan ketika pensiun pindah ke Jakarta.
Pada hari minggu, kedua bersaudara itu pergi melihat-lihat akuarium di pasar ikan. Ketika sampai di tempat tujuan, Maria kagum melihat ikan-ikan yang indah permai. Maria adalah seseorang yang mudah kagum, yang mudah memuji dan memuja. Ia cepat mengungkapkan perasaannya, baik perasaan senang maupun sedih. Berbeda dengan kakaknya, Tuti bukan seorang yang mudah kagum dan heran melihat sesuatu. Keinsafannya akan harga dirinya amat besar. Ia merasa pandai dan cakap dalam mengerjakan sesuatu yang ingin dicapainya. Segala sesuatu diukurnya dengan kecakapannya sendiri, oleh karena itu ia jarang memuji.
Perbedaan sifat dan tingkah laku yang seperti siang dan malam itu tidak mengganggu tali ikatan persaudaraan mereka. Ibu mereka telah meninggal dua tahun yang lalu, sehingga mereka tinggal bertiga dengan ayah mereka.
Setelah beberapa lama mereka asyik melihat-lihat ikan lalu keluarlah mereka. Ketika daun pintu yang besar dibuka oleh mereka, terlihat laki-laki muda mengangkat kepalanya melihat kearah mereka. Beberapa lama gadis itu berjalan-jalan di beranda akuarium mengamati ikan-ikan yang aneh yang tersimpan dalam kaca dan botol. Mereka akhirnya berjalan menuju tempat sepeda mereka masing-masing. Ketika itu, keluarlah pemuda dari dalam dan menghampiri kedua gadis itu sebab sepedanya terletak dekat dengan sepeda mereka. Akhirnya mereka berkenalan dengan pemuda tersebut yang ternyata bernama Yusuf.
Yusuf adalah Putra Demang Munaf di Martapura di Kalimantan Selatan. Yusuf adalah seorang mahasiswa kedokteran, yang pada masa lalu dikenal dengan sebutan Sekolah Tabib Tinggi. Ia tinggal bersama saudaranya yang tinggal di Sawah Besar di Daerah Jawa.
Sejak perkenalan itu, Yusuf tidak berhenti-hentinya memikirkan Tuti dan Maria. Namun yang lebih ia pikirkan adalah Maria. Maria telah menarik hatinya. Muka Maria lebih berseri-seri, matanya menyinarkan kegirangan hidup dan bibirnya senantiasa tersenyum.
Di jalan Gang Heuber turun seorang anak muda dari sepeda, ia adalah Yusuf. Dalam sepuluh hari, ia telah lima kali datang ke rumah R.Wiriaatmaja. Setiap pagi ia menunggu Maria di depan Alaidruslaan dan dari sana mereka bersama-sama pergi ke sekolah. Tuti dan Ayahnya merasa bahwa Maria dan Yusuf sedang jatuh cinta.
Yusuf  berkunjung ke rumah wiriaatmaja. Kedatangannya disambut dengan lemah lembut dan hormat. Setelah meletakan sepedanya, Yusuf duduk bersama Tuti dan Maria. Tidak berapa lama mereka berbincang-bincang, kemudian terlihat seorang laki-laki yang kira-kira tiga puluh lima tahun usianya turun dari delman dan masuk ke pekarangan menuju ke meja tempat ketiga anak muda itu duduk. Ternyata yang datang adalah Parta. Ia adalah adik ipar dari Wiriaatmaja. Lalu ia pun duduk bersama mereka. Tak berapa lama datanglah Wiriaatmaja menghampiri mereka. Wiriaatmaja terlihat sangat bahagia menyambut kedatangan iparnya itu. Merekapun berbincang-bincang, didalam perbincangannya Partadiharja mengeluh tentang adiknya yang bernama Saleh yang bekerja di kantor justisi sebagai ajun komis yang gajinya lumayan besar, tiba-tiba mengundurkan diri tanpa alasan yang jelas dan tanpa sepengetahuan famili terlebih dahulu. Tuti memberikan pendapat yang berbeda dari sudut pandang yang berbeda pula namun hal tersebut malah menjadi pertentangan antara Tuti dengan Parta. Akhirnya Tuti memutuskan untuk diam karena ia tahu bahwa pertentangannya itu tidak akan mendatangkan atau membuahkan hasil malah mungkin ia akan dibenci oleh pamannya tersebut.
Tak berapa lama senjapun mulai terlihat, Partadiharja pun pulang. Dan ketika beduk magrib berbunyi, Wiriaatmaja masuk meninggalkan ketiga anak muda yang berada di halaman untuk pergi sembahyang. Setelah kepergian Wiriaatmaja, merekapun berbincang-bincang tentang agama, yang ujung-ujungnya terjadi pertentangan antara ketiganya namun pertentangan tersebut tidak berlangsung lama karena terdengar bunyi langkah kaki Bapaknya. Karena mereka tidak mau ada pertengkaran dengan Bapaknya maka iapun memutuskan untuk mengakhiri perbincangan tentang agama tersebut.
Setelah sejam lamanya keempat orang tersebut bercakap-cakap tentang berbagai topik maka kira-kira pukul delapan, Yusuf pamit untuk pulang.
Yusuf berlibur ke rumah orang tuanya di Martapura untuk melepas lelah setelah ujian kedokteran. Selama di Martapura Yusuf berkirim-kiriman surat dengan Maria. Yusuf menceritakan pengalamannya selama di Martapura dan Maria menceritakan keadaannya yang kesepian ditinggalkan saudaranya pergi menghadiri kongres.
Seiring berjalannya waktu, timbullah benih-benih cinta antara Maria dan Yusuf. Merekapun saling berjanji akan menikah di kemudian hari. Hal tersebut diceritakan oleh Maria kepada Tuti dan Rukamah sepupu Maria.
Dinding Gedung Permufakatan berat berhias daun kelapa dan daun beringin, disela-sela kertas merah putih. Di dinding sebelah kanan nyata jelas tersusun huruf “Pemuda Baru”, dan di sebelah kiri tertulis “Kongres Kelima”. Bau daun yang segar memenuhi seluruh ruangan yang girang gembira dan terlihat cahaya lampu listrik yang terang benderang. Di depan ruang itu terdapat layar berwarna ungu berombak-ombak.
Dari pintu yang terbuka lebar terlihat orang-orang yang berdatangan tiada henti-henti. Makin banyak orang yang duduk di kursi dan bangku yang tersusun di dalam gedung, diluar masih banyak terlihat orang-orang berduyun-duyun datang dari jalan raya.
Dari pintu bawah sebelah kanan, masuklah Maria kedalam ruangan lalu ia naik ke anak tangga dan mencari-cari Yusuf dan Tuti. Setelah Yusuf terlihat olehnya, maka dengan cepat ia memanggilnya untuk bersiap-siap memulai pertunjukkan.
Pukul delapan datanglah seorang anak muda keluar dari belakang layar. Dengan suara nyaring, ia memberi sambutan kepada penonton dan membacakan keputusan kongres. Ia juga memberitahu bahwa akan ada pertunjukkan yang diharapkan dapat menjadi kenang-kenangan yang indah dan tak terlupakan. Lalu ia pun kembali ke belakang layar.
Tak berapa lama setelah ia kembali kebelakang layar yang tertutup, diiringi oleh tepuk tangan yang ramai, maka terbukalah layar yang ungu berombak-ombak tersebut. Ketika itu juga, padamlah lampu dalam gedung itu dan di atas podium terpasang cahaya biru, amat dahsyat sehingga menyinari pemandangan yang permai dan memikat itu.
Pada suatu hari keluarga Raden Wiraatmadja dikejutkan oleh hasil diagnosa dokter yang menyatakan bahwa Maria mengidap penyakit TBC. Semakin hari kesehatan gadis itu semakin melemah sekalipun ia telah menjalani perawatan intensif. Hal ini membuat Yusuf merasa sedih. Pemuda itu mendampingi kekasih hatinya dengan setia. Namun, penyakit TBC yang diderita Maria semakin hari semakin parah sehingga tak lama kemudian Maria pun meninggal dunia. Sebelum ia menghembuskan nafasnya yang terakhir, ia meminta kekasihnya untuk menerima kakaknya sebagai penggantinya. Setelah Maria meninggal dunia, Tuti dan Yusuf menjalin hubungan kasih. Mereka sepakat untuk menikah.

2.   Novel Terjemahan
Seri 1 The Chronicles of Narnia: The Magician’s Nephew
Karya: C.S. Lewis

Diggory Kirke dan Polly Plummer datang pada awal masa Narnia. Hal ini disebabkan karena mereka memakai cincin yang diberikan Paman Andrew (pamannya Diggory) yang sudah lama berkutat meneliti cincin itu. Dan Diggory dan Polly yang sudah sampai di negeri asing itu melihat patung-patung bangsawan, dan di ujung terdapat patung yang sangat cantik, tetapi juga menyiratkan kekejaman. Di sebelahnya, terdapat bel dan palu yang bertuliskan pilihan: bunyikan bel dan hadapi bahaya atau akan mati penasaran. Diggory memenangkan perdebatan sengit dengan Polly, Diggory membunyikan bel itu. Kemudian patung wanita cantik itu bergerak dan bertingkah seperti manusia. Wanita itu memperkenalkan dirinya sebagai Jadis, Ratu Agung.
Kemudian secara tidak sengaja Jadis akhirnya terbawa oleh Diggory dan Polly kembali ke London. Paman Andrew sangat mengagumi kencantikan Jadis. Tapi ternyata kelakuan Jadis sangat tidak menyenangkan. Saat itu Jadis berjalan-jalan bersama Paman Andrew menaiki kereta kuda sewaaan. Jadis membuat kekacuan hingga Diggory dan Polly turun tangan. Mereka membawa Jadis, Paman Andrew, si kusir kereta bersama kudanya kembali ke tanah asing itu lagi dengan cincin. Di sana, mereka melihat sosok singa yang sedang membuat pohon-pohon dan menjadikan hewan bisa berbicara, salah satu termasuk hewan yang bisa bicara tadi itu adalah kuda si kusir. Jadis segera lari ketakutan. Diggory menghampiri singa itu yang bernama Aslan. Dia meminta untuk diberikan sesuatu agar bisa menyembuhkan ibunya. Diggory menjelaskan bahwa dialah yang membangunkan Jadis, yang tak lain adalah penyihir jahat yang kelak akan menjadi ancaman bagi Narnia. Aslan mengatakan bahwa Diggory harus memetik apel di daerah Barat untuk ditanam bijinya agar Jadis tidak bisa masuk ke Narnia.
Akhirnya Diggory pergi bersama Polly dan si kuda milik kusir yang telah diubah oleh Aslan menjadi kuda bersayap dan diberi nama Fledge. Ketika mereka sampai, Diggory memetik apel itu. Dan dilihatnya Jadis di sana, dia membujuk Diggory agar memetik apel hanya satu untuk ibunya. Tapi Diggory tidak terpengaruh, dia memetik apel itu dan bergegas pergi. Ketika sampai kembali di negeri asing itu yang sudah diberi nama Narnia, penanaman pohon apel itu pun dimulai.
Setelah itu, dilakukan pengangkatan Raja-Ratu baru Narnia, yaitu Raja Frank dan Ratu Helen, yang tak lain adalah si kusir dan istrinya. Aslan membolehkan Diggory membawa apel itu untuk ibunya. Setelah itu, mereka semua dipulangkan kembali ke London oleh Aslan. Diggory segera memberikan apel itu untuk ibunya, dan ibunya pun sembuh.
Kemudian enam minggu setelah itu, keluarga Diggory mendapat warisan rumah besar di pedesaan yang indah. Polly dan Diggory selamanya berteman baik. Pohon apel itu bijinya ditanam di belakang rumah dan menghasilkan apel-apel yang bagus, Tapi suatu hari pohon itu terkena badai besar, dan Diggory Kirke yang sudah menjadi pria paro baya yang terkenal menjadi Professor Kirke memutuskan untuk membuat pohon itu menjadi lemari pakaian.
Walaupun Diggory tidak menemukan keanehan pada lemari itu, tetapi ada orang-orang yang beruntung yang bisa memasuki lemari itu suatu saat nanti. Dan petualangan yang baru pun akan dimulai.

Laila Majnun
Syaikh Nizami Ganzavi

Disekolah Qays termasuk anak yang rajin yang cerdas dan tekun. Ia dapat dengan menerima pelajaran yang disampaikan sang guru. Ia termasuk anak yang mudah bergaul, karena memiliki kefasihan lidah, dan pandai merangkai kata menjadi syair yang indah. Diantara anak-anak dari berbagai kabilah, terlihat seorang gadis cantik berusia belasan tahun. Wajahnya anggun mempesona, lembut sikapnya dan penampilannya amat bersahaja.  Gadis itu bersinar cerah seperti mentari pagi, tubuhnya laksana pohon cemara, dan bola matanya hitam laksana mata rusa. Rambutnya hitam, tebal dan bergelombang. Qays sejak pertamkali meliht pancaran cahaya keindahan itu jiwanya langsung bergetar. Namanya adalah Layla.
Qays tidaklah menggantang asap, bertepuk sebelah tangan. Layla mawar jelita di taman nirwana itu sudah tertarik pada Qays sejak pertama kali berjumpa. Gadis itu melihat pesona yang memabukkan pada diri Qays.  Cinta mereka sudah mengakar dlm hati keduanya, tetapi mereka tidk ingin orang lain mengetahui. Keduanya tidk menyadari jika kisah asmara mereka muli menjadi bahan gunjingan. Angin berhembus membwa kisah asmara pada kelurga Layla. Kabar itu bagaikan arang hitam yang membuat bani Qathibiyah tersinggung, harga diri mereka ternoda. Kemarahan yang meluap sering membuat orang khilaf dan tidak berpikir panjang. Demikian pula hawa amarah yang telah menguasai pikiran ayah Layla.  Mereka tidak peduli lagi pada nasib anak gadisnya. Keputusnnya telah bulat tidk ada yang membantah.  Hanya ada satu cara untuk menghilangkan rasa malu, yaitu mengurung Layla didalam rumah , tidak boleh pergi ke sekolah atau pun berjumpa dengan kawan-kawannya.
Lama mereka tak bertemu, Qays sang pemuda tidak kuat menahan rasa cinta yang seperti bara itu. Ia pun menjadi seperti gila. Bertingkah dan berpenampilan aneh, hingga orang-orang menertawakan dan mencemoohnya. “inilah si majnun, si orang gila, majnun”. Majnun Terkadang menangis, terkadang tertawa. Tapi tangis atau tawanya selalu ia iringi dengan melantunkan kidung-kidung cinta untuk sang kekasihnya Layla. Syair-syair cintanya menyebar dari mulut ke mulut, dan akhirnya sampai juga di telinga Layla.
Mendengar  syair cinta yang begitu menyayat dari kekasihnya yang telah menjadi gila Layla hanya bisa menangis sendiri di dalam kamarnya. Karena ia harus menyembunyikan kesedihannya dari semua orang. Hingga Majnun semakin gila, semakin kehilangan pikiran dan hatinya. Tapi orang-orang di sekitarnya, termasuk sang sayid ayahnya tak bisa berbuat apa-apa. Berbagai cara telah di tempuh namun hasilnya sama saja. Pernah pula sang sayid melamar Layla, namun di tolak oleh orang tua Layla. Hingga Majnun pergi menyendiri, mengasingkan dirinya menyusuri padang pasir Najd yang sangat berbahaya.
Tapi selama menuyusuri gurun, dari oase ke oase banyak orang yang mengikuti majnun, semata-mata karena hanya ingin mendengar kidung-kidung cinta yang senantiasa dilantunkan majnun. Bahkan ada seorang pemuda yang pandai sekali berperang yang simpati kepada majnun, ia berniat menolong majnun dengan memerangi kabilah Layla. Demi mendapatkan Layla untuk diserahkan kepada majnun. Namun semua usaha yang dilakukan orang-orang disekitar majnun sia-sia. Dan malah majnun semakin gila. Semakin lupa siapa dirinya, semakin tak mengenali semua yang ada di sekelilingnya.
Tapi kesendirian majnun segera berakhir, sebab majnun sudah mendapatkan banyak teman, semua binatang di gurun pasir Najd menjadi sahabat majnun. Majnun seperti menjadi bagian dalam kehidupan bianatang-binatang itu. Bahkan menjadi tuannya. Ia tinggal di sebuah bukit yang terjal, yang tak mudah untuk bisa sampai sana. Tanpa selembar kainpun yang menutupi tubuhnya. Di sinilah puncak dari rasa kecintaannya pada Layla.
Dalam rasa kecintaan yang memuncak itu majnun mendapatkan berita yang tak pernah disangka-sangka. Layla menikah dengan seorang kaya yang tampan. Namun meskipun begitu cinta Layla tetap hanya untuk majnun. Begitu juga kehormatan sucinya. Kabar buruk yang lain adalah berita tentang ayahnya yang meninggal yang sebelum meninggalnya sempat mengunjungi majnun, memintanya untuk pulang. Lalu tidak lama kemudian sang Ibu tercintanya pun mengikuti jejak ayahnya, berpulang pada kuasa yang abadi. Inilah puncak kesedihan majnun.
Hingga suatu peristiwa yang terjadi, yang dapat membuat majnun kembali. Dan hizrah dari bukit di gurun pasir Najd. Yaitu peristiwa yang membuat hati sanagat terluka, sangat menjerit. Lebih dari lukanya ketika kehilangan ayah dan ibunya. Yaitu ketika majnun mendengar kabar bahwa kekasihnya Laila telah meninggal, karena penyakitnya. Majnun segera pergi beserta semua sahabat binatangnya. Pergi menziarahi makam Laila. Lalu menangis sedemikian menjerit. Ia memeluk tanah kuburan Laila. Hingga majnun menghembuskan nafas terakhirnya di sana. Ia meninggal sambil memeluk kubur Laila.


3.   Hikayat
HIKAYAT RAJA PASAI
1.   Pemberian Nama Samudera

Maka tersebutlah perkataan Merah Silu (diam) di Rimba Jerau itu. Sekali peristiwa pada suatu hari Merah Silu pergi berburu. Ada seekor anjing dibawanya akan perburuan Merah Silu itu, bernama si Pasai.
Dilepaskannya anjing itu. Lalu, ia menyalak di atas tanah tinggi itu. Dilihatnya ada seekor semut, besarnya seperti kucing. Ditangkapnya oleh Merah Silu semut itu, lalu dimakannya. Tanah tinggi itupun disuruh Merah Silu tebas pada segala orang yang sertanya itu. Setelah itu, diperbuatnya akan istananya. Setelah itu, Merah Silu pun duduklah ia di sana; dengan segala hulubalangnya dan segala rakyatnya diam ia di sana. Dinamai oleh Merah Silu negeri itu Samudera, artinya semut yang amat besar (= raja); di sanalah ia diam raja itu.

2.   Pembangunan Negeri Pasai

Kata sahib al-hikayat: Pada suatu hari, Sultan Malik as-Saleh pergi bermain-main berburu dengan segala laskarnya ke tepi laut. Dibawanya seekor anjing perburuan bernama si Pasai itu. Tatkala sampailah Baginda itu ke tepi laut, disuruhnya lepaskan anjing perburuan itu. Lalu, ia masuklah ke dalam hutan yang di tepi laut itu. Bertemu ia dengan seekor pelanduk duduk di atas pada suatu tanah yang tinggi. Disalaknya oleh anjing itu, hendak ditangkapnya. Tatkala dilihat oleh pelanduk anjing itu mendapatkan dia, disalaknya anjing itu oleh pelanduk.
Anjing itupun undurlah. Tatkala dilihat pelanduk, anjing itu undur, lalu pelanduk kembali pula pada tempatnya. Dilihat oleh anjing, pelanduk itu kembali pada tempatnya. Didapatkannya pelanduk itu oleh anjing, lalu ia berdakap-dakapan kira-kira tujuh kali.
Heranlah Baginda melihat hal kelakuan anjing dengan pelanduk itu. Masuklah Baginda sendirinya hendak menangkap pelanduk itu ke atas tanah tinggi itu. Pelanduk pun lari; didakapnya juga oleh anjing itu. Sabda Baginda kepada segala orang yang ada bersama-sama dengan dia itu:
"Adakah pernahnya kamu melihat pelanduk yang gagah sebagai ini? Pada bicaraku sebab karena ia diam pada tempat ini, itulah rupanya, maka pelanduk itu menjadi gagah".
Sembah mereka itu sekalian: "Sebenarnyalah seperti sabda Yang Maha Mulia itu". Pikirlah Baginda itu:
"Baik tempat ini kuperbuat negeri anakku Sultan Malik at-Tahir kerajaan". Sultan Malik as-Salehpun kembalilah ke istananya. Pada keesokan harinya Bagindapun memberi titah kepada segala menteri dan hulubalang rakyat tentera, sekalian menyuruh menebas tanah akan tempat negeri, masing-masing pada kuasanya dan disuruh Baginda perbuat istana pada tempat tanah tinggi itu.

Sultan Malik as-Salehpun pikir di dalam hatinya, hendak berbuat negeri tempat ananda Baginda. Titah Sultan Malik as-Saleh pada segala orang besar: "Esok hari kita hendak pergi berburu".
Telah pagi-pagi hari, Sultan Malik as-Salehpun berangkat naik gajah yang bernama Perma Dewana.
Lalu berjalan ke seberang datang ke pantai. Anjing yang bernama si Pasai itupun menyalak. Sultan Malik as-Salehpun segera mendapatkan anjing itu. Dilihatnya, yang disalaknya itu tanah tinggi, sekira-kira seluas tempat istana dengan kelengkapan, terlalu amat baik, seperti tempat ditambak rupanya. Oleh Sultan Malik as-Saleh tanah tinggi itu disuruh oleh Baginda tebas. Diperbuatnya negeri kepada tempat itu dan diperbuatnya istana. Dinamainya Pasai menurut nama anjing itu. Ananda Baginda Sultan Malik at-Tahir dirayakan oleh Baginda di Pasai itu.

3.   Peminangan Seorang Sultan dan Perkawinannya

Kemudian dari itu, Sultan Malik as-Saleh menyuruhkan Sidi ‘Ali Ghijas ad-Din ke negeri Perlak meminang anak Raja Perlak. Adapun Raja Perlak itu beranak tiga orang perempuan, dan yang dua orang itu anak gehara, dan seorang anak gundik, Puteri Ganggang namanya.
Telah Sidi ‘Ali Ghijas ad-Din datang ke Perlak, ketiga ananda itu ditunjukkannya kepada Sidi ‘Ali Ghijas ad- Din. Adapun Puteri yang dua bersaudara itu duduk di bawah, anaknya Puteri Ganggang itu didudukkan di atas tempat yang tinggi, disuruhnya mengupas pinang.
Dan akan saudaranya kedua itu berkain warna bunga air mawar dan berbaju warna bunga jambu, bersubang lontar muda, terlalu baik parasnya. Sembah Sidi ‘Ali Ghijas ad-Din kepada Raja Perlak:
"Ananda yang duduk di atas, itulah pohonkan akan paduka ananda itu".
Tetapi Sidi ‘Ali Ghijas ad-Din tiada tahu akan Puteri Ganggang itu anak gundik Raja Perlak. Maka Raja Perlakpun tertawa gelak-gelak, seraya katanya: "Baiklah, yang mana kehendak anakku".


Tidak ada komentar:

Posting Komentar