SASTRA
BANJAR II
FOLKLOR
INDONESIA
“BAHASA
RAKYAT”
Dosen
pengampu
Drs.
Rustam Effendi, M.Pd., Ph.D.
Oleh
Kelompok
1
Muliani Rahmah A1B110048
Mustikasari A1B110025
Rusmaliana A1B110028
Lisa Wulandari A1B110036
Paulina Nuvianti A1B110235
Rezki Amelda A1B110010
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN
PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2012
A.
PENDAHULUAN
Folklor adalah pengidonesiaan
dari kata Inggris Folklore yang baerasal dari dua kata yaitu Folk dan Lore. Folk
sama artinya dengan kolektif (collectivity). Menurut Dunles adalah sekelompok
orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial dan kebudayaan, sehingga
dapat dibedakan dari kelompok lainnya. Jadi folk adalah sinonim dari kolektif,
yang juga memiliki ciri-ciri pengenal fisik atau kebudayaan yang sama, serta
mempunyai kesadaran kepribadian sebagai kesatuan masyarakat.Lore adalah tradisi
folk, yaitu sebagai kebudayaan yang diwariskan secara turun-temurun secara
lisan atau melalui suatu contoh yang disertai gerak isyarat atau alat Bantu
pengingat.
Definisi folklore
secara keseluruhan adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan
diwariskan turun-temurun, diantara kolektif macam apa saja , secara tradisional
dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai
dengan gerak isyarat atau alat Bantu pengingat.
Beberapa foklor lisan
Indonesia yaitu: a). Bahasa rakyat, b). Ungkapan tradisional, c). Pertanyaan
tradisional, d). Sajak dan puisi rakyat, e). Cerita prosa rakyat, dan f).
Nyanyian rakyat.
B.
PEMBAHASAN
Bahasa rakyat adalah
bahasa yang dijadikan sebagai alat komunikasi diantara rakyat dalam suatu
masyarakat atau bahasa yang dijadikan sebagai sarana pergaulan dalam hidup
sehari-hari. Seperti: logat,dialek, kosa kata bahasanya, julukan.
a)
Bentuk-bentuk folklore bahasa Rakyat
yaitu:
1.
Logat
Bentuk foklor Indonesia
yang termasuk dalam kelompok bahasa rakyat adalah logat (dialect) bahasa-bahasa
Nusantara, misalnya logat jawa dari Indramayu, yang merupakan bahasa Jawa
Tengah yang telah mendapat pengaruh bahasa Sunda, atau logat bahasa Sunda dari
Banten, ataupun logat bahasa Jawa Cirebon, dan logat bahasa Sunda Cirebon.
Bahasa Banjar merupakan
anak cabang bahasa yang berkembang dari Bahasa Melayu.Asal bahasa ini berada di
propinsi Kalimantan Selatan yang terbagi atas Banjar Kandangan, Amuntai,
Alabiu, Kalua, Alai dan lain-lain.Bahasa Banjar banyak dipengaruhi oleh bahasa
Melayu, Jawa dan bahasa-bahasa Dayak. Bahasa Banjar atau sering pula disebut
bahasa Melayu Banjar terdiri atas tiga komunitas besar yaitu Bahasa Banjar
Kuala, Bahasa Banjar Pahuluan dan Bahasa Melayu yang terangkum dalam berbagai
logat.
Bahasa Banjar Hulu
merupakan logat asli yang dipakai di wilayah Banua Enam. Amuntai, Alabio,
Negara dan Margasari merupakan kelompok Batang Banyu, sedangkan Tanjung,
Balangan, Kandangan, Rantau merupakan kelompok Pahuluan.
Logat Bahasa Banjar Kuala yaitu bahasa yang
dipakai di wilayah Banjar Kuala terdiri atas Kabupaten Banjar, Barito Kuala,
Tanah Laut, serta kota Banjarmasin dan Banjarbaru. Bahasa Banjar Kuala
dituturkan dengan logat datar tanpa intonasi tertentu, jadi berbeda dengan
bahasa Banjar Hulu dengan logat yang kental (ba-ilun). Logat Banjar Kuala yang
asli misalnya yang dituturkan di daerah Kuin, Sungai Jingah, Banua Anyar dan
sebagainya di sekitar kota Banjarmasin yang merupakan daerah awal berkembangnya
kesultanan Banjar.
Perbandingan Logat
pengucapan Bahasa Banjar Hulu dengan Bahasa Banjar Kuala
a.
Perbedaan
dalam Kosa Kata
Banjar
Hulu Banjar Kuala Indonesia
baduhara bakurinah dengan
sengaja
bibit jumput/ambil ambil
caram calap tergenang
air
ampah mara arah
hagan gasan untuk
gani'i dangani temani
arai himung senang
ba-cakut ba-kalahi berkelahi
b.
Perbedaan
dalam pengucapan fonem:
Banjar Hulu Banjar Kuala Indonesia
anggit-ku anggih-ku punya-ku
hanyar anyar baru
halar alar sayap
intang pintang sekitar
ma-harit ma-arit menderita
Contoh Logat Banjar Hulu
1.
Hagan apa hampiyan mahadang di sia,
hidin hudah hampai di rumah hampian (Logat Kandangan)
2.
Sagan apa sampiyan mahadang di sini,
sidin sudah sampai di rumah sampiyan. (Banjar)
3.
Inta intalu sa’igi, imbah itu ambilakan
buah nang warna abang awan warna ijau sa’uting dua uting. Jangan ta’ambil nang
igat (Logat Amuntai)
4.
Minta hintalu sabigi, limbah itu
ambilakan buah nang warna habang lawan warna hijau sabuting dua buting. Jangan
ta’ambil nang rigat.(Banjar)
2.
Slang
Bentuk lain bahasa rakyat adalah slang.
Menurut kamus Webster New World Dictionary of the American Language (1959),
asal slang adalah kosa kata dan idiom para penjahat gelandangan atau kolektif
khusus. Maksudnya diciptakannya bahasa slang ini adalah untuk menyamarkan arti
bahasa terhadap orang luar. Pada masa kini bahasa slang dalam arti khusus itu
(bahasa rahasia) disebut cant. Di Jakarta cant adalah istilah-istilah rahasia
yang digunakan tukang copet seperti: jengkol dan rumput. Jengkol yang
sebenarnya berarti buah semacam buah petai, tetapi lebih besar bentunya. Dalam
bahasa latin buah itu di sebut pithecolimbium lobatum Benthbagi para pencopet
atau jambret jengkol diartikan kaca mata. Hal ini di sebabkan karena bentuk
jengkol mirip dengan kaca mata itu.Istilah ini di pergunakan seorang pencopet
atau penjambret menyuruh kawannya untu merampas kaca mata oarng yang mereka
hendak mereka jadikan korbannya.
Rumput yang artinya adalah tanaman kecil yang
mempunyai daun berbentuk pedang dab nerupakan makanan hewan, bagi seorang
pencopet berarti polisi, karena warna pakaian seoreang polisi adalah hijau
seperti rumput. Jadi jika seorang pencopet memperingatkan kawannya bahwa ada
seorang polisi rahasia diantara mereka,ia berkata ” awas ada rumput ”. Demikian
seorang pencopet akan berkata “Awas adacabai ” untuk memperingatkan
kawan-kawannya apabila didekatnya ada RPKAD . hal ini di sebabkan karena warna
baret anggota pasukan RPKAD adalah merah, jadi sama dengan warna cabai merah
(capsicum annuum) di Jakarta cant juga di miliki para wadam (banci laki-laki),
yang melakukan prostitusi untuk mencari nafkah. Mereka mengembangkan kosa kata
cant unyu melindungi sesamanya dari dari kejaran polisi rahasia. Para Wanita
tuna susila di Jawa Tengah pada zaman dahulu juga mampunyai bahasa cant, yang
mereka bentuk dengan cara menambahi suku kata se pada akhir setiap suku kata
dalam satu kata yang mereka ucapkan, seperti kowe (engkau) setelah ditambahi
kosa kata se menjadi kosewese.
Cant khusus milik
penjahat sering juga disebut argot. Bentuk cant atau bahasa rahasia yang lain
adalah yang dimiliki para homoseks (gay) laki-laki di Jakarta yang mencari
nafkah sebagai penata rambut, perancang pakaian, peragawan, dan sebagainya.
Cara mereka mengubah bahasa rahasia mereka adalah dengan cara menyisipkan suku
kata in di dalam setiap istilah Indonesia atau daerah yang mereka pergunakan.
Misalnya istilah banci setelah di sisispkan dengan suku kata ini menjadi
binancini, bule menjadi binuline dan cakep menjadi cinakinep.
Bentuk cant lainnya yang patut mendapat
perhatian para ahli foklor adalah yang berlaku di antara para remaja Jakarta.
Cara mereka mneciptakan bahasa rahasia mereka adalah dengan cara menukan
konsonan suku kata pertama ke suku kata kedua dan sebaliknya dari dua istilah.
Umpamanya istilah bangun setelah di tikar konsonanya dari kedua suku katanya
berubah menjadi ngabun, kata makan menjadi kamakan,kata baca menjadi caba,, dan
terus menjadi retus. Contohnya dalam bahasa banjar,
Bahasa rakyat lainnya
yang mirip dengan slang adalah shop talk,
atau bahasa para pedagang.
Selanjutnya adalah
bentuk lain slang adalah colloquical yakni bahasa yang menyimpang dari bahasa
konvensional.
Bahasa rakyat yang lain
adalah sirkumlokusi (circumlokucution), yaitu ungkapan tidak langsung.
3.
Pemberian nama dan julukan
Bentuk bahasa rakyat
lain di Indonesia adalah cara pemberian nama pada seseorang. Dalam pemberian
nama bagi orang Banjar biasanya banyak yang menggunakan bahasa Arab. Misalnya
untuk nama anak laki-laki misalnya Muhammad Arsyad, Ahmad Bahruddin, dan untuk
anak perempuan Siti Aisyah, Nur Laila.
Sehubungan dengan cara
pemberian nama, di Indonesia juga ada kebiasaan untuk memberi julukan kepada seseorang.
Selain nama pribadinya. Julukan orang banjar biasanya dipengaruhi oleh status
sosial, pekerjaan, bentuk fisik, dan keturunan atau keluarga.
1. status
sosial, apabila sudah melaksanakan ibadah haji biasanya dipanggil Haji. baik
laki-laki maupun perempuan. Misalnya Haji Udin, Ma Haji Asiah.
2. Pekerjaan,
misalnya Amin Ojek artinya Amin seorang yang pekerjaannya sebagai tukang ojek,
Pambakal Aji artinya Aji adalah seorang yang pekerjaanya sebagai kepala desa.
3. Bentuk
fisik, misalnya Amat Lamak artinya Amat yang bertubuh gemuk.
4. Keturunan
atau keluarga, misalnya Abah Midah artinya ayahnya Midah. Siti Udin artinya
Siti istrinya Udin.
Di jawa Tengah
misalnya, orang Jawa tidak mempunyai nama keluarga. Untuk memberi nama pada
seorang anak, para orang tuanya harus memperhitungkan tanggal dan hari
lahirnya, sehingga sesuai dengan nama yang kan diberikan. Orang Jawa kan
menukanr nama pribadinya setelah ia dewasa, akan menukar nama lagi namanya
apabila ia kemudian mendapat kedudukan di dalam pemerintahan, dan akan menukar
namanya lagi sesuai dengan kedudukannya yang baru apabila kemudiannya naik
pangkat.
Di antara orang Betawi
(Jakarta asli) julukan itu biasanya ada hubungan erat dengan fisiognami atau
bentuk tubuh si anak. Umpamanya dengan nama anak akan dijuluki si pesek,apabila
bentuk hidungnya pipih. Atau akan dijuluki nama si jantuk apabila dahinya
sangat menonjol.
Penukaran nama sering dilakukan orang
Indonesia dengan nama yang lebih jelek, atau jelek sekali, karena ada
keprcayaan bahwa nama bagus terlalu yang telah diberikan bersifat terlalu “panas”
bagi anak tertentu. Sehingga ia terus jatuh sakit, atau mengalami kecelakaan.
Nama-nama itu misalnya si pengki (keranjang penyaup sampah) dan si bakul
(keranjang).Di Jawa Tengah dan di Jawa Timur nama-nama yang di anggap dapat
menambah kesehatan dan rezeki seorang anak adalah Subur dan Timbul. Di antara
orang Cina totok daru suku bangsa Haka ada kepercayaan bahwa jika putranya disebut
dengan nama manusia akan diganggu roh jahat. Maka untuk menghindari gangguan
itu putranya disebut dengan julukan A kew yang berarti anjing.
4.
Gelar kebangsawanan atau jabatan
tradisional
Bentuk folklore lainnya yang juga
termasuk dalam golongan bahasa rakyat adalah gelar kebangsawanan atau jabatan
tradisional.Gelar kebangsawanan kerajaan Banjar seperti pola lapisan sosial
kerajaan lainnya di nusantara menunjukkan pola status sosial menurut keturunan.
Bentuk lapisan sosial pada waktu itu secara besar terbagi 2 kelompok, yaitu:
Tutus dan Jaba.
Tutus adalah golongan
keturunan dari raja.Turunan raja ini terbagi menjadi turunan raja yang menang
dan turunan raja yang kalah (dalam perebutan kekuasaan).Kedua jenis turunan ini
termasuk tutus dengan berbagai gelar kebangsawanan yang disandangnya sesuai
dengan tingkatan keturunan dan asal dari keturunan tersebut.
Gelar-gelar
kebangsawanan yang disandang sesuai dengan tingkatan secara berurutan sebagai
berikut: Pangeran dan Ratu (pangeran untuk turunan terdekat dengan raja jika
pria, sedangkan ratu untuk wanita); Gusti, Antung atau Raden, Nanang atau
Anang. Untuk gelar kebangsawanan dari raja yang kalah; Pangeran dan Ratu,
Andin, Rama.
Golongan tutus inilah
yang berhak untuk memegang jabatan penting dalam kerajaan serta memiliki
daerah/wilayah kekuasaan.Pada masa kerajaan, golongan tutus ini sangat dominan
pengaruhnya dalam kehidupan rakyat karena diyakini memiliki kekuatan gaib dan
kharisma yang tinggi. Gelar kebangsawanan yang diperoleh tutus ini sifat dan
fungsinya turun temurun, misalnya ayahnya bergelar Gusti maka anak-anaknya
otomatis akan mendapat gelar Gusti juga. Begitu juga jabatan dalam kerajaan
yang dipegang oleh orang tuanya akan diwariskan langsung kepada anak.
Jaba adalah golongan
rakyat biasa bukan keturunan bangsawan.Lapisan sosial ini hidup dengan berbagai
macam pekerjaan seperti pedagang, petani, tukang kayu dan sebagainya.Golongan
ini seperti teori piramida merupakan golongan terbesar dari rakyat kerajaan
Banjar. Untuk jaba yang memiliki prestasi bagi kerajaan, mereka akan
dianugerahi oleh sultan dengan jabatan serta gelar yang boleh dipakai selama
hidup mereka. Gelar-gelar bagi jaba yang memegang jabatan di pemerintahan
adalah: Kiai Adipati, Patih, Tumenggung, Ronggo, Kiai, Demang dan Mangku,
Tenarsa, Lurah atau Pambakal, Panakawan/Hahawar Ambun.
Gelar yang dimiliki
oleh jaba ini hanya untuk tujuan fungsional dalam pemerintahan kerajaan yang
diberikan sultan atas jasa-jasanya, gelar untuk golongan jaba tidak bisa
diwariskan turun temurun.Misalnya ayahnya seorang Kiai Adipati yang memiliki
gelar dan wilayah, setelah orang tuanya meninggal maka anaknya tidak dapat
mewarisi gelar dan wilayahnya tersebut.
Meskipun dalam
masyarakat Kerajaan Banjar mengenal lapisan sosial, tetapi dalam hal pernikahan
tidak terlalu mengikat harus sama dari golongan atau gelar tertentu. Hal ini
sering terlihat pada lelaki jaba yang ingin menikahi wanita tutus, maka harus
diadakan penebusan yang dikenal dengan nama manabus purih atau ganti rugi atas
turunnya martabat dari wanita tutus yang akan menikah. Jika hal ini tidak
dilakukan ditakutkan pasangan itu akan mendapat katulahan (kualat) yang
mengakibatkan bencana di kemudian hari. Wanita tutus yang menikah dengan pria
jaba akan kehilangan hak waris gelar untuk anak-anaknya nanti.
5. Bahasa
bertingkat (speech level)
Bentuk lain dari
folklore bahasa rakyat adalah bahasa bertingkat (speech level). Bahasa Banjar juga mengenal tingkatan bahasa (Jawa:
unggah-ungguh), tetapi hanya untuk kata ganti orang, yang tetap digunakan
sampai sekarang. Zaman dahulu sebelum dihapuskannya Kesultanan Banjar pada
tahun 1860, bahasa Banjar juga mengenal sejenis bahasa halus yang disebut basa
dalam (bahasa istana), yang merupakan pengaruh dari bahasa Jawa, disamping ada
pula kosa kata yang diciptakan sebagai bahasa halus misalnya jarajak basar
artinya tiang, dalam bahasa Banjar normal disebut tihang. Basa dalam merupakan
bahasa yang sudah punah, tetapi sesekali masih digunakan dalam kesenian daerah
Banjar.Di dalam Hikayat Banjar, banyak digunakan kata ganti diri manira (saya)
dan pakanira (anda) yang merupakan varian bahasa Bagongan yang digunakan di
Kesultanan Banten.
unda, sorang = aku ; nyawa = kamu →
(agak kasar)
aku, diyaku = aku ; ikam, kawu = kamu →
(netral, sepadan)
ulun = saya ; [sam]pian / [an]dika =
Anda → (halus)
untuk kata ganti orang ke-3 (dia)
inya, iya, didia = dia → (netral,
sepadan)
sidin = beliau → (halus)
Bahasa
Indonesia Bahasa Banjar (normal) Basa dalam
istana rumah dalam
digelar/didirikan digalar jumenang
berjalan bajalan lumampah
minum nginum dahar banyu
gigi gigi waja
ikat kepala laung bolang
dipanggil dikiaw dikani
tersenyum takarinyum gamuyu
meninggal mati séda
mandi mandi séram
bunda uma ibu
ayah abah rama
6.
Onomatopoetic (onomatopoetic)
Bentuk lain dari bahasa yang disebut kata-kata
onomatopoetis (onomatopoetic), yakni
kata-kata yang dibentuk dengan mencontoh bunyi atau suara alamiah. Contohnya
adalah dalam bahasa Banjar, bunyi benda durian jatuh mandabuk, bunyi air mengalir mendisir,
bunyi televisi yang sedang rusak sinyalnya barinjit, bunyi angin mendasau,bunyi
musik dagum.
7. Onomastis
Bentuk lain bahasa
rakyat yang akan kami kemukakan disini adalah yang disebut onomastis, yakni
nama tradisional atau tempat-tempat tertentu yang mempunyai legenda sebagai
sejarah terbentuknya. Sudah tentu legenda itu tidak selalu dapat kita anggap
sebagai sejarah sebenarnya. Contoh di Banjar, asal-usul kota Marabahan, yaitu;
Sebatang pohon Ulin
besar menjulang tinggi di kawasan Margasari yang menjadi tempat tinggalnya
seekor burung raksasa, membuat warga gusar oleh suaranya yang selalu mengganggu
ketenangan penduduk.Setiap kali burung itu datang selalu saja berteriak-teriak
pertanda malam sudah datang.Itu yang menjadi kemarahan penduduk, sehingga
penduduk berinisiatif menebang pohon itu, agar burung raksasa itu pergi dari
kampung mereka.Kata sepakat sudah didapat, mereka mulai menebang pohon Ulin itu
dari hari ke hari dengan peralatan seadanya. Hingga akhirnya pohon itu tumbang,
warga bersorak gembira, karena tak kan ada lagi suara burung yang memekakkan
telinga di kampung mereka. Warga merasa aman.
Note: ujung dari pohon yang tumbang itu
mengenai sebuah kampong, dan warga menyebutnya dengan nama kampong
“Karabahan”(sekarang, Marabahan).Sudah tentu kisah ini hanya berupa legenda
saja dan bukan merupakan kebenaran sejarah.
Sebenarnya kata onomastis berarti juga penelitian
nama. Dapat pula dinamakan penelitian nama asal makanan, buah-buahan, dan juga
alias atau julukan seseorang, dan lain-lain.
b)
Fungsi bahasa rakyat
Fungsi bahasa rakyat
sedikitnya ada empat yakni: a. untuk memberi serta memperkokoh identitas
folklornya (slang, cant, shop salk, argot, jargon, nama gelar, bahasa
bertingkat, colloquial, onomatopoetic, dan onomastis); b. untuk melindungi folk
pemilik folklore itu dari ancaman kolektif lain atau penguasa (slang, bahasa rahasia,
dan cant); c. untuk memperkokoh kedudukan folknya pada jenjang pelapisan
masyarakat (gelar atau bahasa bertingkat); d. untuk memperkokoh kepercayaan
rakyat dari folknya (sirkumlokusi dan julukan atau alias yang diberikan kepada
anak-anak yang buruk kesehatannya).
C.
KESIMPULAN
Bahasa
rakyat adalah bahasa yang dijadikan sebagai alat komunikasi diantara rakyat
dalam suatu masyarakat atau bahasa yang dijadikan sebagai sarana pergaulan
dalam hidup sehari-hari. Seperti: logat,dialek, kosa kata bahasanya, julukan.
Bentuk-bentuk
folklore bahasa rakyat; Logat,
Slang, Pemberian nama dan
julukan,
Gelar kebangsawanan atau jabatan tradisional, Bahasa bertingkat (speech
level), onomatopoetis (onomatopoetic), onomastis.