Jumat, 07 Oktober 2011

FILSAFAT BAHASA


Filsafat dan Bahasa dalam Strukturalisme

A. Pengertian dan Latar Historis
Strukturalisme dapat didefinisikan sebagai juga sebagai salah satu cara pandang yang menekankan pada persepsi dan deskripsi tentang struktur yang mencakup keutuhan, transformasi, dan deskiripsi tentang struktur yang mencakup keutuhan, transformasi, dan pengaturan diri.
Dalam sejarah kelahirannya, strukturalisme lazim dihubungkan dengan gerakan filsafat Perancis dalam tahun enam puluhan, yaitu suatu gerakan filsafat yang sangat menggoncangkan fenomenologi eksistensialis.
Pada awalnya strukturalisme hanya dikenal sebagai metode linguistik, yaitu pada linguistik Sausurian. Dalam perkembangan selanjutnya, strukturalisme merambah ke berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
Beberapa tokoh penting dari strukturalisme yang layak disebutkan, ialah Ferdinand de Saussure (1857-1913), Levistrauss (1949), Michel Foucault (lahir 1926), Jacques Lacan(lahir 1901), Louis Althusser(lahir 1918), Noam Chomsky(lahir 1926) dari Amerika Serikat, Roland Barthes, Jacques Derrida, Jakobson, dan Julia Kristeva. Tiga orang terakhir yang disebutkan terakhir, dikategorikan juga sebagai tokoh-tokoh peletak posstrukturalisme dalam sastra dan para pendukung posmodernisme.

B. Saussurian: Bahasa Sebagai Suatu Sistem

Ferdinand Morgin de Saussure (1857-1913) adalah peletak dasar metode strukturalis dalam bidang linguistik. Ia lahir di Jenewa pada 26 November 1857 dari pemeluk taat
Protestan Perancis yang beremigrasi dari wilayah Lorraine ketika terjadi perang agama pada akhir abad ke-16.
Ferdinand Morgin de Saussure mengajukan  suatu pebedaan antara langue (bahasa) dan parole (ucapan).

C.  Levi- Strauss: Bahasa dan Budaya
Claude Levi Strauss dilahirkan di Brussel, Belgia, pada tahun 1908 dari orang tua keturunan Yahudi yang berkebangsaan Perancis.
Claude Levi Strauss meyakini bahwa analisis kebudayaan (bahkan analisis kehidupan sosial, termasuk seni dan agama). Dapat dilaksanakan dengan menggunakan analisis bahasa model. Bukan hanya itu, menurut Levi-Strauss, sifat paling hakiki tentang aspek-aspek kebudayaan sama dengan sifat-sifat bahasa.
D. Jacques Lacan: Bahasa Kesadaran dan ketidaksadaran.
Jacques Lacan adalah salah seorang strukturalis yang telah menerapkan analisis linguistik bagi psikoanalisa.
Jacques lacan adalah salah seorang pengikut freudian. Akan tetapi dalam beberapa hal ia keluar dari cara yang ditempuh freud. Ia berusaha memberikan suatu interpretasi baru mengenai psikoanalisis freud dalam persfektif strukturalis.
Menurut lacan, ketidaksadaran ialah dari poercakapan transindividual yang hilang dalam disposisi subjek sehingga dia tidak sanggup mempertahankan kontinuitas dari percakapan yang sadar. Sedangkan subjek terbagi ke dalam dua yaitu subjek yang bicara dan subjek gramatikal.

E.  Noam Chomsky: bahasa gramatikal
Noam Chomsky lahir 1928 di Philadelpia, USA, ia mengajar di Massachussetts Institute of Technology. Ia terkenal karena temuaan mengenai transformational grammar dan  generative grammar (tata bahasa transformational grammar generative), suatu temuan baru dibidang linguistik yang cukup mencengangkan semua pihak. Teori ini mencari jalan lain dari strukturalisme Ferdinand de Saussure.
Beberapa distingsi yang menjelaskan pikiran  filosofis  dan linguistik dari Noam Chomsky adalah competence, perfomence, deep structure dan surface structure ditambah denga istilah lainnya yaitu generative dan grammar.



F.  Pengaruh Strukturalisme Terhadap Sastra
Menurut para tokoh formallisme, seni hanyalah alat Bahasa sastra yang sangat ditentukan oleh seni. Dalam pandangan mereka sifat bahasa sastra tibul dengan menyusun dan mengubah bahannya yang bersifat netral. Dalam hal puisi bahan itu ialah bahasa “biasa” (praktis), dalam hal cerita bahan itu ialah riwayat yang disajikan. Cara- cara pengolahan karya sastra puitik ialah metrum, ritme, macam-macam bentuk paralelisme dan pertentangan, gaya bahasa dan kiyasan (metafora).
Menurut Mukarovsky artefact harus memiliki suatu nilai atau sifat universal tertentu yang menyebabkan para pembaca dari berbagai zaman selalu mengkonkretkannya. Menurutnya nilai universal terjadi tidak karena artefact menunjukkan kepada fakta sejarah, melainkan pada hakikat pokok dalam pengalaman manusia yang tidak terikat kepada salah satu kurun waktu tertentu.
Metafora bersifat hubungan paradigmatis, sedangkan metominia bersifat sintagmatis. Keduanya mendasari proses pembentukan tanda-tanda bahasa atas seleksi dan kombinasi. Atas dasar itu ia memberikan definisi tentang fungsi puitis bahasa sebagai fungsi untuk memanfaatkan seleksi dan kombinasi untuk meningkatkan ekuivalensi. Para filsafat analitik, bahasa diyakini dapat menggambarkan kenyataan dunia, karena proposisi atomik (unsur terkecil bahasa) merupakan gambaran fakta atomik tentang dunia.

G.  Strukturalisme Dan Semiotika
Istilah “semiotika” diambil dari kata “semion” (Yunani) yang artinya tanda. Selain kata semiotika digunakan pula kata semiologi(istilah yang digunakan Saussure), yaitu ilmu yang secara sistematis mempelajari tanda-tanda dan lambang,sistem lambang dan proses perlambangan. Ilmu-ilmu bahasa ada di dalamny. Terhadap ilmu ini strukturalisme telah memberikan dasar-dasar bangunan yang kokoh.
Menurut pierce ada tiga factor yang menentukan adanya sebuah tanda itu sendiri, hal yang ditandai, dan sebuah tanda baru yang terjadi dalam batin si penerima.
Menuurut Saussure untuk membuat orang mengerti hakikat semiologi, dan untuk menyajikan secara memadai, langue (bahasa) perlu dikaji secara mendalam. Tugas utama dari semiologi atau semiotika menurut Saussure adalah menyelidiki  masalah langue sebagai suatu sistem tanda dan hukum apa saja yang mengaturnya. Saussure berpendapat bahwa tanda tidak hanya ada dalam bahasa yang biasa kita pahami, tetapi juga terdapat tanda-tanda yang menyebar disekitar kita. Hal merupakan tugas utama dari semiologi.
Dalam menjelaskan semiologis busana yang dipakai, Barthes meminjam penjelasan dari Trobetskoy tentang perbedaan klasik antara langue dan parole. Menurut Barthes, langue pakaian terbentuk dari oposisi potongan-potongan busana, satuan-satuan atau unsur-unsur yang rinci, yang variasinya menimbulkan perubahan makna (mamakai topi atau pet), tidak mengandung makna yang sama. Sedangkan parole pakaian, kata Barthes, adalah mencakup semua fakta produksi yang tidak mengikuti aturan, atau cara berpakain yang individual (ukuran baju, tingkat kebersihan, keusangan, kebiasaan pribadi, kombinasi busana yang bebas). Disini ada suatu elektika, yaitu yang menghubungkan tata busana (langue) dan pemakaian busana (parole), tidak sama dengan hubungan yang ada dalam langage. Pemakaian  busana selalu mengambil sumbernya pada tata busana, kecuali dalam kasus pakaian yang eksentris.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar