Filsafat dan Bahasa dalam
Strukturalisme
A. Pengertian
dan Latar Historis
Strukturalisme
dapat didefinisikan sebagai juga sebagai salah satu cara pandang yang
menekankan pada persepsi dan deskripsi tentang struktur yang mencakup keutuhan,
transformasi, dan deskiripsi tentang struktur yang mencakup keutuhan,
transformasi, dan pengaturan diri.
Dalam sejarah
kelahirannya, strukturalisme lazim dihubungkan dengan gerakan filsafat Perancis
dalam tahun enam puluhan, yaitu suatu gerakan filsafat yang sangat menggoncangkan
fenomenologi eksistensialis.
Pada awalnya
strukturalisme hanya dikenal sebagai metode linguistik, yaitu pada linguistik
Sausurian. Dalam perkembangan selanjutnya, strukturalisme merambah ke berbagai
disiplin ilmu pengetahuan.
Beberapa tokoh penting
dari strukturalisme yang layak disebutkan, ialah Ferdinand de Saussure
(1857-1913), Levistrauss (1949), Michel Foucault (lahir 1926), Jacques
Lacan(lahir 1901), Louis Althusser(lahir 1918), Noam Chomsky(lahir 1926) dari
Amerika Serikat, Roland Barthes, Jacques Derrida, Jakobson, dan Julia Kristeva.
Tiga orang terakhir yang disebutkan terakhir, dikategorikan juga sebagai
tokoh-tokoh peletak posstrukturalisme dalam sastra dan para pendukung
posmodernisme.
B. Saussurian:
Bahasa Sebagai Suatu Sistem
Ferdinand Morgin
de Saussure (1857-1913) adalah peletak dasar metode strukturalis dalam bidang
linguistik. Ia lahir di Jenewa pada 26 November 1857 dari pemeluk taat
Protestan Perancis yang beremigrasi dari wilayah Lorraine ketika terjadi perang agama pada akhir abad ke-16.
Protestan Perancis yang beremigrasi dari wilayah Lorraine ketika terjadi perang agama pada akhir abad ke-16.
Ferdinand Morgin
de Saussure mengajukan suatu pebedaan
antara langue (bahasa) dan parole (ucapan).
C. Levi-
Strauss: Bahasa dan Budaya
Claude Levi
Strauss dilahirkan di Brussel, Belgia, pada tahun 1908 dari orang tua keturunan
Yahudi yang berkebangsaan Perancis.
Claude Levi
Strauss meyakini bahwa analisis kebudayaan (bahkan analisis kehidupan sosial,
termasuk seni dan agama). Dapat dilaksanakan dengan menggunakan analisis bahasa
model. Bukan hanya itu, menurut Levi-Strauss, sifat paling hakiki tentang
aspek-aspek kebudayaan sama dengan sifat-sifat bahasa.
D. Jacques
Lacan: Bahasa Kesadaran dan ketidaksadaran.
Jacques Lacan
adalah salah seorang strukturalis yang telah menerapkan analisis linguistik
bagi psikoanalisa.
Jacques lacan
adalah salah seorang pengikut freudian. Akan tetapi dalam beberapa hal ia
keluar dari cara yang ditempuh freud. Ia berusaha memberikan suatu interpretasi
baru mengenai psikoanalisis freud dalam persfektif strukturalis.
Menurut lacan,
ketidaksadaran ialah dari poercakapan transindividual yang hilang dalam
disposisi subjek sehingga dia tidak sanggup mempertahankan kontinuitas dari
percakapan yang sadar. Sedangkan subjek terbagi ke dalam dua yaitu subjek yang
bicara dan subjek gramatikal.
E. Noam
Chomsky: bahasa gramatikal
Noam Chomsky lahir
1928 di Philadelpia, USA, ia mengajar di Massachussetts Institute of
Technology. Ia terkenal karena temuaan mengenai transformational grammar
dan generative grammar (tata bahasa
transformational grammar generative), suatu temuan baru dibidang linguistik
yang cukup mencengangkan semua pihak. Teori ini mencari jalan lain dari
strukturalisme Ferdinand de Saussure.
Beberapa distingsi
yang menjelaskan pikiran filosofis dan linguistik dari Noam Chomsky adalah
competence, perfomence, deep structure dan surface structure ditambah denga
istilah lainnya yaitu generative dan grammar.
F. Pengaruh
Strukturalisme Terhadap Sastra
Menurut
para tokoh formallisme, seni hanyalah alat Bahasa sastra yang sangat ditentukan
oleh seni. Dalam pandangan mereka sifat bahasa sastra tibul dengan menyusun dan
mengubah bahannya yang bersifat netral. Dalam hal puisi bahan itu ialah bahasa
“biasa” (praktis), dalam hal cerita bahan itu ialah riwayat yang disajikan.
Cara- cara pengolahan karya sastra puitik ialah metrum, ritme, macam-macam
bentuk paralelisme dan pertentangan, gaya bahasa dan kiyasan (metafora).
Menurut
Mukarovsky artefact harus memiliki suatu nilai atau sifat universal tertentu
yang menyebabkan para pembaca dari berbagai zaman selalu mengkonkretkannya.
Menurutnya nilai universal terjadi tidak karena artefact menunjukkan kepada
fakta sejarah, melainkan pada hakikat pokok dalam pengalaman manusia yang tidak
terikat kepada salah satu kurun waktu tertentu.
Metafora
bersifat hubungan paradigmatis, sedangkan metominia bersifat sintagmatis.
Keduanya mendasari proses pembentukan tanda-tanda bahasa atas seleksi dan
kombinasi. Atas dasar itu ia memberikan definisi tentang fungsi puitis bahasa
sebagai fungsi untuk memanfaatkan seleksi dan kombinasi untuk meningkatkan
ekuivalensi. Para filsafat analitik, bahasa diyakini dapat menggambarkan
kenyataan dunia, karena proposisi atomik (unsur terkecil bahasa) merupakan
gambaran fakta atomik tentang dunia.
G. Strukturalisme
Dan Semiotika
Istilah “semiotika”
diambil dari kata “semion” (Yunani) yang artinya tanda. Selain kata semiotika
digunakan pula kata semiologi(istilah yang digunakan Saussure), yaitu ilmu yang
secara sistematis mempelajari tanda-tanda dan lambang,sistem lambang dan proses
perlambangan. Ilmu-ilmu bahasa ada di dalamny. Terhadap ilmu ini strukturalisme
telah memberikan dasar-dasar bangunan yang kokoh.
Menurut pierce ada
tiga factor yang menentukan adanya sebuah tanda itu sendiri, hal yang ditandai,
dan sebuah tanda baru yang terjadi dalam batin si penerima.
Menuurut
Saussure untuk membuat orang mengerti hakikat semiologi, dan untuk menyajikan
secara memadai, langue (bahasa) perlu dikaji secara mendalam. Tugas utama dari
semiologi atau semiotika menurut Saussure adalah menyelidiki masalah langue sebagai suatu sistem tanda dan
hukum apa saja yang mengaturnya. Saussure berpendapat bahwa tanda tidak hanya
ada dalam bahasa yang biasa kita pahami, tetapi juga terdapat tanda-tanda yang
menyebar disekitar kita. Hal merupakan tugas utama dari semiologi.
Dalam
menjelaskan semiologis busana yang dipakai, Barthes meminjam penjelasan dari
Trobetskoy tentang perbedaan klasik antara langue dan parole. Menurut Barthes,
langue pakaian terbentuk dari oposisi potongan-potongan busana, satuan-satuan
atau unsur-unsur yang rinci, yang variasinya menimbulkan perubahan makna
(mamakai topi atau pet), tidak mengandung makna yang sama. Sedangkan parole
pakaian, kata Barthes, adalah mencakup semua fakta produksi yang tidak
mengikuti aturan, atau cara berpakain yang individual (ukuran baju, tingkat
kebersihan, keusangan, kebiasaan pribadi, kombinasi busana yang bebas). Disini
ada suatu elektika, yaitu yang menghubungkan tata busana (langue) dan pemakaian
busana (parole), tidak sama dengan hubungan yang ada dalam langage. Pemakaian busana selalu mengambil sumbernya pada tata
busana, kecuali dalam kasus pakaian yang eksentris.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar