By
Muliani Rahmah, S.Pd.
Terkisah seorang lelaki berumur 50 tahunan.
Dia mengalami sakit parah, dia ditinggal seorang diri oleh anak dan istrinya di
sebuah barak. Penyakitnya yang menular itulah yang membuat anak dan istrinya
enggan merawatnya. Sungguh malang nasib ayah dari tiga anak itu. hingga
akhirnya sang ayah menutup mata..
Aku ingin bertanya kepada kalian semua? Apa
arti sosok ayah bagi kalian? Ya. Pasti jawaban kalian ayah adalah sosok yang
sangat berarti setelah ibu kita. Setiap tetes keringatnya menjelma sebutir
nasi, bahkan kalian bisa duduk di bangku sekolah adalah bukti dari kerja keras
ayah kita. Siang malam beliau banting tulang. Bahkan ada yang rela merantau
jauh dari keluarga. Seperti inilah yang dialami oleh seorang ayah yang bernama
Pak Hadi, dia adalah ayah dari Miranti, Kinanti, dan Rahardi.
Pak Hadi adalah seorang ayah yang sangat
pekerja keras. Dari beliau muda hingga sekarang. Sempat beliau bekerja merantau
di hutan. Berbulan-bulan bahkan hingga setahun tidak pulang ke kampung halaman
untuk bertemu dengan keluarga. Hidup di hutan tidak lah mudah. Banyak rintangan
dan mara bahaya yang menghadang. Namun, semua itu ia lakukan demi menghidupi
keluarganya di kampung.
Beberapa tahun kemudian, pemerintah
melarang untuk menebang hutan, sehingga ia harus berpindah pekerjaan. Menjadi
buruh perusahaan yang kerjanya dari pagi hingga menjelang malam. Tak kenal
lelah ia bekerja demi anak-anak dan istrinya. Walaupun gajinya tak sebesar
ketika ia kerja di hutan dulu.
Kini ketiga anaknya sudah ada yang menjadi
Sarjana Ekonomi, yaitu Miranti, Rahardi Sarjana teknologi dan Kinanti masih
kuliah di UNPAR. Anaknya yang sudah
lulus kuliah bekerja di perusahaan dengan gaji yang cukup besar. Sedangkan
Kinanti anaknya masih kuliah sibuk pacaran. Dengan kesibukan mereka inilah ia
tak memperhatikan orang tuanya yang sudah tua dan sakit-sakitan.
Karena kelelahan dan faktor usia, sang ayah
pun sakit keras. Ketiga anaknya tak ada satu pun yang merawat, bahkan sang
istri pun tak peduli. Mereka hanya sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.
Hingga sang ayah nekad pergi ke kampung halamannya dan tinggal di rumah
saudara.
“sia-sia
aku menyekolahkan anak tinggi-tinggi kalau sudah sukses tidak ingat lagi dengan
aku.” Ucap Pak Hadi dengan nada sedih dan meneteskan air mata.
Semakin hari sakit Pak Hadi semakin parah. Hingga
dia dibawa ke rumah untuk dirawat secara intesif. Ternyata Pak Hadi terkena
penyakit TBC, penyakit itu sangat menular.
Anak dan istri beliau pun masih tidak peduli dengan keadaannya yangs
semakin parah ini.
Dengan perawatan dari dokter Pak Hadi pun
berangsur membaik. Dan diperbolehkan pulang ke rumah. Melihat keadaan Pak Hadi,
Ibu Hana saudara Pak Hadi yang juga sudah tua, dia tak tega melihat nasib Pak
Hadi yang malang. Ia pun nekad menelpon istri dan anak Pak Hadi. Ia marah-marah
kepada mereka yang telah menelantarkan Pak Hadi yang sedang sakit sendirian.
Sang anak dan istrinya pun disuruh menjemput
sang Ayah pulang ke rumahnya. Dengan kesal dan perasaan tak ikhlas mereka pun
membawa ayahnya pulang. Mereka terpaksa merawat sang Ayah. Ucapan-ucapan yang
tak pantas dan menyakitkan hati sang Ayah pun dilontarkan. Dari pagi hingga
sore sang Ayah ditinggalkan kerja. Tak ada yang mau memperhatikan sang Ayah.
Akhirnya sang Ayah sakitnya semakin parah akibat perlakuan yang kasar yang
membuat beban pikiran yang menyiksa batinnya. Ia pun malas meminum obat dan
makan.
Saat malam tiba, sang Ayah tiba-tiba sesak
napas. Napasnya terengah-engah. Dengan panik anak dan istrinya ingin membawanya
ke rumah sakit. Namun, ditengah perjalanan sang Ayah menghembuskan napas
terakhirnya.
Penyesalan pun menyelimuti hati sang istri
dan anak-anaknya. Apalagi sebelum menguburkan mayat sang Ayah, anak yang kedua
pun menemukan sebuah surat kecil di bawah kasur sang Ayah. Dia membaca surat
itu dengan linangan air mata penyesalan.
Anak-anakku
yang ayah sayangi.
Bertahun-tahun ayah hidup dan bekerja
hanya untuk membahagiakan kalian. Ayah rela pergi ke hutan dan jarang bertemu
kalian. Kalian tau itu, semua untuk kalian. Agar kalian bisa merasakan
nikmatnya makan nasi dengan lauk yang enak. Agar kalian bisa merasakan indahnya
masa muda dengan sekolah. Karena ayah tau, ayah adalah ayah yang bodoh. Ayah tak
mau kalian bodoh seperti ayah yang tak bersekolah tinggi. Ayah ingin
kalian jadi orang yang sukses. Tanpa harus susah payah cari kerja
seperti ayah, ke sana ke mari mencari nafkah. Dari hutan ke hutan, dari daerah
ke daerah. Jauh dari keluarga. Setiap tetes keringat ayah dan setiap tetes air
mata ayah di setiap sujud ayah. Ayah titipkan doa dan rindu untuk kalian di
rumah. Ayah kenyamukan, kepanasan dan
kedinginan di hutan. Ayah tak mengapa asal kalian di sana tidur dengan
nyenyak. Ayah tau kalian pasti malu
punya ayah seperti ayah. Ayah tak bisa menjadi ayah yang kalian inginkan.
Anak-anakku
sayang, kini ayah sudah tua. Dan tak bisa bekerja seperti dulu lagi. Ayah sudah
tak berdaya lagi. Otot-otot yang dulu kuat mengangkat batang pohon besar, kini
untuk berduduk pun ayah susah. Ayah tak mengharapkan apa-apa dari kalian. Cukup
kasih sayang dan doa dari kalian saja. Ayah sayang kalian. Ayah, hanya ingin kalian menjadi orang yang sukses.
Apabila ayah sudah tiada lagi di dunia ini, hanya satu pinta Ayah, “ doakan
ayah di setiap shalat kalian”.
Sang
Anak pun menangis dan berkata “Maafkan kami ayah!”
“THE END”
Sosok ayah merupakan figur yang kuat
dan pemimpin di dalam sebuah keluarga. Beruntunglah kalian yang memiliki ayah.
Sesungguhnya di setiap tetes keringatnya ada kasih sayang yang tak terhingga. Di
setiap perkataannya yang keras tak selembut ucapan ibu, namun dibalik itu semua
ada kelembutan hati yang ditujukan untuk mendidik dan melindungi anaknya. Doakanlah kedua orang tuamu, ukirklah senyum
keduanya dengan prestasimu dan baktimu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar